Kamis, 06 Agustus 2015

Mencicipi Dunia Pasca Kampus

Membaca judul di atas mungkin akan timbul pertanyaan tentang apa sebenarnya maksud dari hal tersebut di atas? Istilah mencicipi dunia paska kampus agaknya tidak mungkin terjadi karena tatkala seorang selesai dari dunia kampus pastilah dirinya serta merta masuk ke dalam dunia paska kampus. Namun, dalam konteks ini mencicipi dunia paska kampus memang dilakukan oleh mereka yang masih duduk di dalam bangku perkuliahan. Pertanyaannya adalah bagaimana hal itu dapat dilakukan? Hal inilah yang akan coba penulis bagi dalam kesempatan kali ini.

Dunia paska kampus, mendengar frase kata ini mungkin masih ada orang yang merasa khawatir dan takut untuk menghadapinya. Betapa tidak, inilah dunia nyata yang kemudian akan kita huni dan tinggali. Dunia yang akan begitu berbeda dengan masa –masa selama di dunia kampus yang menyenangkan. Di dunia kampus, mahasiswa dapat begitu bebas mengekspolarasi segala hal tanpa perlu takut melakukan kesalahan. Justru kesalahan sangat diharapkan, karena melalui pengalaman melakukan kesalahan, hal tersebut menjadi sebuah media pembelajaran tersediri yang terbukti ampuh dan akan senantiasa membekas. Begitulah dunia kampus, tempat kita belajar dan mengeksplorasi diri dan sekitar. Belum lagi konsep ideal yang senantiasa diajarkan di ruang –ruang kelas, hal ini juga turut membentuk sebuah paradigma berpikir ideal sehingga hal itu sangat tercermin dari mahasiswa yang masih aktif di perkuliahan. Di mana mereka memiliki konsep idealisme yang tinggi.

Hal –hal itulah yang berbeda dengan dunia paska kampus. Di mana konsep ideal yang dimiliki mahasiswa berbenturan dengan ketidakidealan masyarakat. Terkait bagaimana di dunia paska kampus kesalahan dapat berakibat fatal dan memberikan konsekuensi yang setimpal bahkan lebih berat kepada pelakunya. Dunia yang menuntut untuk melakukan hal dengan benar, sehingga di dunia tersebut orang akan bisa melejit lebih cepat dan tinggi atau bahkan sebaliknya. Bagaimana tidak hal seperti ini menyebabkan kekhawatiran di banyak orang?

Kembali ke topik utama terkait mencicipi dunia paska kampus. Barangkali memang tidak sepenuhnya tepat penulis menggunakan istilah ini, tetapi paling tidak ini cukup menggambarkan terkait bagaimana mahasiswa aktif dapat merasakan lebih dahulu dunia paska kampus yang kelak akan menjadi keseharian hingga akhir hayat ini. Hal yang mengilhami terkait mencicipi dunia paska kampus ini adalah masa –masa di saat mahasiswa aktif diberikan pengalaman untuk terjun langsung ke masyarakat. Bentuknya bisa bermacam cara, di antaranya ada yang beruka Kuliah Kerja Nyata atau Kerja Praktik Lapangan, kedua contoh inilah yang paling tidak memberikan pengalaman bagi mahasiswa aktif untuk mencicipi dunia paska kampus.

Kuliah Kerja Nyata atau ada pula yang menyebutnya Kuliah Kerja Tematik adalah kesempatan besar bagi mahasiswa aktif untuk bisa merasakan dunia paska kampus. Ketika mereka ditempatkan langsung kepada masyarakat, bekerjasama, hingga berkreasi untuk membantu memberikan sumbangsih ilmu mereka kepada masyarakat. Dengan ilmu mereka mereka terjun langsung kepada masyarakat, melihat, mendengar, dan merasakan sendiri tentang bagaimana kehidupan nyata bersama masyarakat. Jauh dari konsep ideal yang barangkali selama ini diajarkan di kelas. Berupaya keras untuk melakukan yang terbaik karena setiap kesalahan kecil di sini sudah dapat menimbulkan konsekuensi tersendiri. Gambaran dunia nyata bahwa segala sesuatu itu tidak serta merta dapat dipukul rata ideal.

Contoh nyata lain adalah Kerja Praktik lapangan. Pengalaman inilah yang menjadi inspirasi bagi penulis dalam menorehkan gagasan ini. Ditempatkan disebuah perusahaan industri proses, penulis mendapat pengalaman betapa beresikonya dunia kerja. Sedikit saja kesalahan dalam operasi, resiko ledakan atau ancaman keselamatan lainnya dapat terjadi. Sederhana, ketika mengerjakan di ruang kelas contohnya, sedikit kesalahan dalam menghitung mungkin hanya berakibat tidak lulus ujian. Sebagai konsekuensi perlu belajar lebih keras atau mengulang di waktu selanjutnya. Tetapi hal itu tidak berlaku di dunia paska kampus, khususnya di Industri. Kesalahan sedikit saja, boleh jadi taruhannya adalah nyawa, sulit bahkan tidak ada apa yang disebut sebagai kesempatan kedua.

Pengalaman mencicipi dunia paska kampus inilah merupakan hal yang berharga. Hal yang akan menjadi pelajaran lebih mendalam sehingga kesempatan dunia kampus akan dimanfaatkan dengan sebaik –baiknya untuk mengeksplorasi dan mengembangkan diri. Sejenak namun hal itu cukup memberikan gambaran tentang apa yang akan dilakukan kemudian, tentang apa itu dunia nyata, tentang bagaimana menghadapinya.



Rabu, 13 Mei 2015

Kegelisahan dan Kontribusi

Setelah sekian lama membuat blog pribadi, baru pada kesempatan kali ini hati dan pikiran tergerak untuk menulis mencurahkan gagasan. Berawal dari sebuah kegelisahan setelah mengikuti kegiatan dialog tokoh Rumah Kepemimpinan PPSDMS Regional 2 Bandung bersama dr. Dani Ferdian selaku founder Volunteer Doctor, pada malam hari ini setiap hati yang hadir tak hanya merasa terpanggil tetapi pula tersadarkan untuk melihat sejenak realita masyarakat yang ada di sekitar diri. Realita yang kemudian mengetuk mata bahwa di sekitar kita ada dan terjadi kondisi –kondisi yang memprihatinkan yang memerlukan banyak bantuan untuk diselesaikan. Kondisi –kondisi yang tidak hanya bisa diselesaikan dengan hanya mengandalkan salah satu pihak (baca: pemerintah) tetapi perlu berbagai tambahan tenaga dari mereka yang jiwanya selalu merasa gelisah dan resah melihat sesuatu yang salah. Untuk menyelesaikan isu –isu sosial yang seringkali luput dari pandangan mata kita yang terbiasa dalam kenyamanan diri, memenuhi nafsu pribadi. Ya, melalui dialog tokoh pada malam hari ini, yang menjadi sebuah lecutan awal inspirasi untuk terus membakar semangat dan keresahan ini.

Sebelum berbicara lebih lanjut terkait kegelisahan ini, hal pertama dan utama yang perlu dijelaskan adalah alasan mengapa gagasan ini dapat terpacu dan terlontar ke permukaan. Dialog tokoh yang menjadi menu pembinaan rutin bulanan Rumah Kepemimpinan PPSDMS di setiap Regional, pada kesempatan kali ini untuk Regional 2 Bandung sendiri mengundang dr. Dani Ferdian untuk berbagi pengalaman beliau dalam menginisiasi sebuah gerakan sosial kemasyarakatan. Sebuah gerakan berlandaskan keprofesian yang beliau rintis semenjak beliau berada di akhir tingkat dua masa pendidikannya di Fakultas Kedokteran UNPAD tahun 2009 silam, yang hingga kini masih berdiri tegak semakin bertambah besar dan kuat. VOLD atau Volunteer Doctor. Sebuah gerakan sosial kemasyarakatan yang bermula dari kegelisahan seorang mahasiswa tak ‘berpunya’ yang hanya bermodalkan semangat untuk memberikan kontribusi sesuai kompetensi yang ia miliki. Lantas dari kegelisahan itulah, komunitas ini muncul dan terus membentangkan dan menularkan virus –virus menular dengan tujuan meningkatkan taraf kesehatan bangsa.

Dari dialog yang hanya berdurasi sekitar 2 jam, dr. Dani berbagi semangat tentang membangun sebuah gerakan sosial kemasyarakatan yang memberikan dampak besar sekalipun hanya diinisiasi oleh mahasiswa, kelas masyarakat yang dari segi pengalaman belum matang dan posisi tidak strategis. Mahasiswa yang hanya bermodal kompetensi dasar yang itupun terbatas sesuai tingkatan mereka. Namun dengan kegelisahan tersebut, VOLD dapat berdiri semenjak 2009 yang hingga saat ini terus membentangkan dan melebarkan sayapnya menjadi komunitas yang lebih besar dan terus memberikan kontribusinya demi bangsa khususnya yang erat kaitannya dengan kesehatan. Di sini dr. Dani berbagi bahwa dalam membangun sebuah gerakan adalah perlu adanya sebuah kegelisahan terkait permasalahan yang ada di sekitar. Permasalahan yang dapat memberikan alasan mengapa perlu ada orang yang terjun menyelesaikan hal tersebut. Permasalahan yang tentunya akan lebih baik dan optimal ditangani oleh mereka yang memiliki kompetensi bersesuaian sehingga lebih tepat sasaran. Itulah yang melandasi berdirinya VOLD, saat sang pendiri mengalami sebuah kegelisahan tatkala memandang kondisi kesehatan bangsa. Kondisi memprihatinkan di mana angka kematian, angka pesakitan, dan kondisi gizi bangsa yang sangat mengkhawatirkan, telah mengetuk hati seorang Dani Ferdian yang kala itu sedang menapaki masa –masa akhir tahun kedua perjalanan akademisnya di Fakultas Kedokteran UNPAD. Beliau menginspirasi bahwa mahasiswa tingkat dua sekalipun bisa memberikan kontribusinya demi membangun bangunan peradaban melalui batu –batu kecil yang dapat tangan mereka (baca: mahasiswa) lakukan, di sini dan saat ini juga.

Kembali kepada topik utama mengapa tulisan ini diangkat, adalah karena kegelisahan VOLD yang kemudian menginduksi kegelisahan diri untuk pula muncul. Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh dr. Dani selama sesi dialog berlangsung, diri ini merasa tertampar dengan kondisi –kondisi di masyarakat saya pikir senantiasa menjadi bahan bakar VOLD yang tidak pernah padam untuk terus berkarya memberikan kontribusi nyata. Kondisi -kondisi yang ditampilkan adalah realitas masyarakat yang nyata dan terjadi di sekitar kita. Tentang bagaimana kehidupan orang –orang yang terkucilkan mulai dari janda-janda tua, anak –anak jalanan, pengidap penyakit mematikan, bencana alam, dan realita lainnya begitu sangat menyentuh dan menampar. Sehingga hati ini menjadi ikut gelisah dengan kondisi yang terjadi yang mungkin sebelumnya luput dari perhatian diri. Dalam diri kita memiliki hak orang lain yang senantiasa harus kita bayarkan, itu pulalah salah satu bagian dari pernyataan dokter Dani yang menjadi inisiator kegelisahan diri ini semakin menguat.


Melalui tulisan ini, meskipun tak banyak yang dapat dibagikan dan dituangkan tapi harapan ke depan adalah bahwa ini dapat menjadi salah satu memoar untuk senantiasa istiqomah dalam memberikan kontribusi sekecil apapun. Menjadi tulisan yang bukan hanya menginspirasi diri pribadi saat ini tetapi pula dapat menjadi inspirasi lain bagi mereka yang melihat dan membacanya sehingga kebermanfaatannya dapat terus berlanjut selama ada orang –orang yang membacanya. Semoga hal ini tidak berhenti sebatas di sini. Akan ada aksi –aksi konkret lainnya untuk senantiasa dijaga dan diteruskan. Karena kita mahasiswa, tak ada batasan apapun yang menghalangi untuk berkontribusi, karena kontribusi itu tidak memerlukan syarat yang sulit dan menyulitkan, bermodalkan keinginan yang kuat dan kompetensi sekalipun sedikit, kita dapat berkontribusi untuk perbaikan. Demi terbentuknya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat serta mengharap kebaikan dari Allah SWT.

Khoiru Arfan /Teknik Kimia ITB 2012